Friday, August 26, 2016

Dasar Pendidikan Keluarga Kristen




1"Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, 2supaya seumur hidupmu  engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu.  3Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan  TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.  4Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!  5Kasihilah TUHAN, Allahmu , dengan segenap hatimu  dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.  6Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 7haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.  8Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, 9dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Ulangan 6:1-9

Sebelum semua konten pendidikan yang lain dan semua metode pendidikan dan semua model pembelajaran dilaksanakan dengan penuh kesungguhan di keluarga, satu hal yang paling penting yang mendasari pendidikan keluarga Kristen adalah ayat ke-empat dari perikop di atas.  Mengasihi Tuhan Allah di atas segala-galanya adalah fondasi utama pendidikan keluarga Kristen.  Kasih kepada Allah menopang semua prinsip kehidupan yang akan menjadi pegangan dan kekuatan pertumbuhan karakter, intelek, moral, sosial, dan spiritual dari setiap anggota keluarga.

Seperti kita semua ketahui dan secara intuisi sadari, hak pertama dan utama untuk mendidik anak adalah diberikan kepada orang tua.  Seiring dengan orang tua terus berada di dalam pendidikan Tuhan, maka anak berjalan di dalam bimbingan orang tua.  Tidak dapat dipungkiri bahwa metode belajar yang paling dipakai dan siap dipakai oleh semua orang pada semua level usia adalah metode meniru.  Maka konsekuensinya adalah anak pasti akan meniru hal-hal yang tertangkap olehnya yang secara umum akan didapat dari orang tuanya.  Meniru ini tidak dapat dihalangi oleh apapun.  Anak menangkap sesuatu gerakan misalnya, dan dia akan langsung menirukan.  Anak menangkap satu kata dan dia akan langsung menirukan.  Demikian juga dengan pikiran, perbuatan, sikap, kebiasaan, dan lain sebagainya, pasti akan ditiru oleh anak.  Dengan demikian secara otomatis terjadilah pendidikan.  Tetapi sebelum seorang bisa menjadi “guru” yang baik, maka dia harus menjadi murid yang baik dulu.  Jika “guru” hendak mengajarkan mengenai kasih kepada Tuhan yang benar, maka “guru” haruslah terlebih dahulu belajar mengasihi Tuhan yang benar.  Maka murid nantinya akan meniru kasih guru kepada Tuhan.  Jika guru adalah orang tua, maka bagaimanakah anak meniru orang tuanya?

Maka adalah satu kesalahan besar jika pendidikan anak secara utama diserahkan kepada orang lain.  Trend memiliki suster dan pembantu yang menghabiskan waktu jauh lebih banyak dengan anak cukup mengacaukan ritme pendidikan keluarga.  Konsekuensi disrupsi ini adalah bahwa anak akan lebih banyak belajar dari inang pengasuh dia melalui proses meniru yang tidak dapat dihalangi tadi.  Perlu diketahui disini bahwa sekali seseorang mempelajari sesuatu dan menginternalisasi apa yang dipelajarinya, maka sangatlah sulit bagi orang tersebut untuk menghapus apa yang telah dipelajarinya.  Proses de-internalisasi bukanlah proses yang mudah.  Belum lagi jika kita berbicara mengenai kedekatan anak kepada seseorang figur yang lebih dewasa.  Ini adalah juga proses alamiah yang Tuhan sudah atur sedemikian rupa sehingga seorang anak akan secara otomatis dekat dengan orang yang memberinya makan, bermain dengan dia, berkata-kata dengannya, dan menghabiskan waktu dengan dia.  Pertanyaannya adalah, “Siapakah dan apakah yang akan ditiru anak-anak kita di rumah?”

Di dalam keluarga, secara alamiah anak seharusnya meniru orang tuanya.  Dan seharusnya di dalam keluarga Kristen, yang ditiru oleh anak dari orang tuanya yang utama adalah kasih kepada Tuhan yang sejati.  Ada banyak hal yang bisa dibicarakan pada topik ini.  Seperti misalnya, kasih kepada Allah inilah yang memaknai kehidupan manusia.  Dasar pengertiannya ada pada rahasia surga dan bumi yang diwahyukan Tuhan kepada kita, yaitu bahwa manusia dicipta di dalam gambar dan rupa Dia.  Sumber kehidupan kita adalah Allah.  Pada satu sisi Allah adalah orang tua kita yang utama.  Dialah yang harusnya kita tiru.  Dan Dia yang harusnya kita tiru ini adalah Allah yang penuh dengan cinta kasih.  Bukti kasih Dia yang paling besar sudah dinyatakan di dalam sejarah yaitu melalui pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib yang rela mati untuk kita supaya kita tidak binasa melainkan memperoleh hidup kekal.  Semua hal yang baik adalah dari Tuhan, dan kita tidak mungkin meniru dan belajar dari Tuhan jika kita tidak mengasihi Dia.  Bagaimana kita bisa mengasihi Dia jika orang tua tidak mengajarkan kepada kita untuk mengasihi Dia Allah yang sejati?  Di dunia ini banyak yang disebut sebagai allah.  Tetapi Allah yang sejati hanya satu, yaitu Tuhan.  Allah sendiri sudah mengajar kita untuk mengasihi Dia.  Dan Dia juga sudah mengasihi kita.  Maka jika kita adalah orang tua, ini adalah tanggungjawab kita dan bukti cinta kasih kita kepada anak kita untuk mengajar dia mengasihi Tuhan Allah yang benar.  Hanya dari fondasi tersebutlah nantinya kita di dalam keluarga Kristen dapat melangkah maju di dalam proses pendidikan kita sebagai anak-anak Allah.


No comments: